Beranda | Artikel
Sikap Al-Wala Wal Bara Kaab Bin Malik - Kitab Ahsanul Bayan (Ustadz Kurnaedi, Lc.)
Kamis, 15 Maret 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Sikap Al-Wala’ Wal Bara’ Ka’ab Bin Malik merupakan bagian dari kajian kitab “أحسن البيان من مواقف أهل الإيمان” “Ahsanul Bayan min Mawaqifi Ahlil Iman” karya Syaikh Abu Islam Shalih bin Thaha Abdul Wahid rahimahullah, yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. Kajian ini disampaikan pada 26 Jumadal Awwal 1439 H / 12 Februari 2018 M.

Download kajian sebelumnya tentang Sikap Al-Wala’ Wal Bara’ Bagian 3 – Kitab Ahsanul Bayan

Download kitab أحسن البيان من مواقف أهل الإيمان” versi PDF di sini

Kajian Tentang Sikap Al-Wala’ Wal Bara’ Ka’ab Bin Malik – Kitab Ahsanul Bayan

Ka’ab bin Malik sangat loyal kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dalam kisah ini, beliau radhiyallahu ‘anhu membuktikan bagaimana sikap wala’ dan bara’ beliau. Beliau bara’ dari raja Ghassan yang menawarkan kepada beliau untuk tinggal di Syam dan meninggalkan kota Madinah. Disaat kejadian atau keadaan yang sangat sempit dalam kehidupan Ka’ab bin Malik.

Penulis kitab mengungkapkan bahwa sesungguhnya Ka’ab bin Malik merupakan salah satu sahabat dari tiga sahabat yang tidak ikut perang Tabuk. Dimana Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Ka’ab bin Malik dan dua sahabat yang lain.

Allah subhanahu wa ta’ala turunkan tentang penerimaan taubat mereka dalam Al-Qur’an di surat At-Taubah ayat ke- 118:

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَن لَّا مَلْجَأَ مِنَ اللَّـهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١١٨﴾

dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 18)

Beliaulah yang jujur mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sebab beliau absen dari perang Tabuk. Adapun kaum munafiq mereka berasalan dengan alasan yang dibuat-buat dan dusta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mendidik para sahabat. Ingin mengajarkan kepada mereka dan memerintahkan kepada para shabat untuk tidak bicara sama sekali kepada Ka’ab bin Malik dan dua sahabatnya. Ka’ab bin Malik dihajr dan diboikot. Tidak diajak bicara, tidak memberikan salam dan tidak menjawab salamnya. Ka’ab bin Malik beserta dua sahabatnya didiamkan. Adanya mereka seperti tidak ada. Hal itu terjadi selama lima puluh hari.

Ka’ab bin Malik bercerita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muslimin untuk berbicara kepada kami. Maka manusia menjauh dari kami. Sikap mereka berubah. Sehingga dia merasakan berada di bumi lain. Lima puluh hari dalam keadaan seperti itu, adapun dua sahabatku, tinggal dirumahnya dan mereka sehari-hari menangis. Adapun aku adalah yang paling muda dan yang paling kuat diantara tiga orang tersebut. Aku keluar rumah dan aku shalat bersama kaum muslimin di masjid. Dan saya berjalan masuk ke pasar-pasar, tidak ada satu orang pun yang mengajak bicara. Dan akupun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau berada di majelisnya setelah shalat. Dan aku berbicara dalam hati, ‘apakah beliau menggerakkan bibirnya menjawab salam atau tidak’. Kemudian aku shalat didepan beliau. Aku mencuri-curi penglihatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika aku shalat, Rasulullah melihat aku. Tetapi ketika aku melihat kearah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau langsung berpaling. Sehingga sudah lama perlakuan manusia terhadapku, maka akupun berjalan sampai suatu saat aku naik dipagar dindingnya Abu Qotadah (sepupu Ka’ab bin Malik). Dia adalah anak pamanku dan dia adalah manusia yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya dan demi Allah dia tidak menjawab salamku sama sekali. Maka akupun berkata, ‘Wahai Abu Qotadah, demi Allah aku bertanya kepada engkau, apakah engkau tahu bahwa aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?. Abu Qotadah diam. Lalu aku mengulanginya lagi, ‘Wahai Abu Qotadah, demi Allah aku bertanya kepada engkau, apakah engkau tahu bahwa aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?. Dia diam juga. Saya mengulanginya untuk yang ketiga kalinya. Setelah tiga kali, Abu Qotadah menjawab, ‘hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu’. Maka akupun menangis. Setelah aku mendengar itu, aku berpaling pergi dengan melompati dindingnya. Ketika aku berjalan di pasar kota Madinah, maka ada seorang dari Syam, dia adalah seorang petani. Petani itu berkata, ‘siapa yang bisa menunjukkan aku kepada Ka’ab bin Malik?’. Maka manusia memberikan isyarat kepadanya. Sampai ketika dia mendatangiku, dia memberikan surat kepadaku dari Raja Ghassan”.

Dari kisah ini kita tahu bahwa dari dulu, orang kafir selalu memata-matai kaum muslimin. Mereka tahu tentang keadaan kaum muslimin. Mereka mengintai kaum muslimin. Raja Ghassan tahu tentang Ka’ab yang sedang dihajr oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Apa isi surat Raja Ghassan? Simak menit ke-18.00

Simak Penjelasan Lengkap dan Download Kajian Tentang Sikap Al-Wala’ Wal Bara’ Ka’ab Bin Malik – Kitab Ahsanul Bayan



Artikel asli: https://www.radiorodja.com/30383-sikap-al-wala-wal-bara-kaab-bin-malik-kitab-ahsanul-bayan-ustadz-kurnaedi-lc/